Sebagaimana telah diungkapkan pada bagian terdahulu, bahwa proses cipta seni sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Baik lingkungan bathin, budaya, serta lingkungan luar seniman. Maka sudah dapat dipastikan bahwa semua pengaruh tersebut akhirnya terhimpun bersamaan dengan daya estetis, yang akhirnya menjadi sebuah karya seni.
Dalam kehidupan sehari-hari, seorang seniman adalah anggota kelompok dari sebuah masyarakat. Sebagai seorang anggota kelompok masyarakat, maka ia hidup dalam tatanan nilai ataupun kaidah yang berlaku pada kelompok tersebut.
Di sisi lain, beberapa di antaranya penyakit mengerikan yang setiap pria harus menghindari seperti wabah – atau gonore, dalam hal ini. Jadi ada pelajaran yang ditawarkan pornografi untuk kita semua.
Pornografi umumnya bagian yang sehat dari setiap kehidupan manusia, tapi berhati-hatilah: Tidak semua pornografi bermanfaat untuk kehidupan seks Anda. Menonton pornografi dengan pacar Anda dapat menjadi cara yang bagus untuk belajar tentang satu sama lain dan tertawa. Pelajaran Anda akan datang dalam berbagai bentuk dan ukuran, mungkin pada Anda sendiri, tetapi jika Anda beruntung, dengan pasangan juga. Dan beruntung, berarti dia akan berada di sana untuk menyingkirkan ide-ide konyol yang mungkin anda akan dapatkan dari antusiasme.
1.1. Seni Kreativitas Dan Estetika
Seni mempunyai ruang lingkup yang sangat luas diantaranya seni musik, seni tari, seni rupa atau seni drama. Tinggi rendahnya apresiasi terhadap estetika seni tergantung kualitas seni itu sendiri juga tingkat pengetahuan dan pengertian seni pada individu.
Secara teori seni merupakan karya manusia yang melibatkan ide, gagasan, gerak hati, perasaan , pikiran, membuat, menyusun, memproses sehingga menghasilkan satu wujud visual yang memiliki nilai keindahan dan menimbulkan perasaan (subyektif). Aktivitas seni ini dapat berwujud kegiatan bermain, berekplorasi, bergerak, bercipta, berkehendak yang bernuasnsa etis dan estetis sesuai tahap perkembangan peradaban manusia. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa suatu seni bisa berupa karya juga dapat berupa cara. Seni sebagai karya mengacu pada hasil kegiatannya seperti gerakan, gambar, puisi, lagu, bentuk, suara/nada dll. Sedangkan seni sebagai cara mengacu pada bagaimana menghasilkan sesuatu dalam bentuk yang kita inginkan, contoh melukis pemandangan alam, menciptakan suatu gerakan berdasarkan lagu dll.
Sedangkan Ampbel (1995) menyatakan kreativitas merupakan kegiatan/ kemampuan mendatangkan hasil yang sifatnya baru, berguna dan dapat dimengerti. orang dikatakan kreatif jika memiliki pemikiran orisinil, rasa ingin tahu, kerja keras, lincah dan fleksibel dalam berpikir, serta kemandirian.
Selain seni dan kreativitas ada satu lagi yang mempunyai keterikatan yaitu estetika, estetika merupakan kemampuan kita dalam menilai sebuah keindahan. Maysesky (1990) menyatakan estetis berkenan pada satu apresiasi bentuk keindahan dan perasaan haru atau kekaguman. Misalnya melihat keindahan tenggelamnya matahari dan mendengarkan ritme rintik air hujan.
Sekarang kita dapat menyimpulkan tentang seni kreativitas estetis dalam musik. Menurut saya, seni kreativitas estetis yaitu kemampuan mendatangkan hasil yang sifatnya baru, berguna dan dapat dimengerti sehingga menghasilkan suatu keindahan. Orang dikatakan kreatif jika memiliki pemikiran orisinil, rasa ingin tahu, kerja keras, lincah dan fleksibel dalam berpikir, serta kemandirian. Sering kita menyaksikan atau bahkan mengagungkan tokoh seni yang dikenal masyarakat dunia lewat karyanya. Dalam dunia musik ada sosok Michael Jackson sebagai penyanyi pop dan Wiliam Shackespeare yang dikenal sebagai tokoh sastra penyair dan pengarang cerita sehingga masyarakat dunia mengukir mengukir nama mereka dalam sejarah. Tidak hanya mereka saja, hakikinya semua individu memiliki jiwa seni dan estetika yang membedakan hanya bagaimana individu tersebut mengembangkan dan meningkatkan kreativitas yang ada dalam diri masing-masing individu itu sendiri. Apakah kalian ingin mengikuti jejak mereka sebagai tokoh dunia sebagai peseni? Kuncinya tingkatkan kreativitas seni dalam diri.
1.2. Seni dan Pornografi
Seni dan pornografi, selalu saja tarik ulur di kedua ranah kata ini. Banyak orang berlindung atas nama seni untuk hal pornografi yang dilakukannya. Obyek ketelanjangan menjadi satu hal menarik untuk dibidik dan dieksploitasi atas nama seni. Seni tak lagi menjadi area netral, berbagai kepentingan selalu bermain atas nama seni.
Seni adalah keindahan. Tubuh manusia indah, memang tak bisa dipungkiri. Tapi keindahan yang melekat secara kodrati ini tak bisa begitu saja diekspos dan diabadikan atas nama seni. Selalu ada batas bagi segala sesuatu. Selalu ada aturan bagi segala sesuatu. Karena sesungguhnya batas dan aturan inilah yang membedakan mana manusia beradab dan mana yang tidak.
Seni mempunyai ruang lingkup yang luas. Karena luasnya itulah sangat naif bila seni hanya berkutat dengan ketelanjangan yang sangat kabur perbedaannya dengan pornografi. Jika seni dianggap sebagai representasi humanisme, lalu mengapa seolah perwakilah bahasa yang ingin ditampilkan hanya melulu pada ketelanjangan? Bukankah lahan yang bisa diekplore humanisme masih banyak? Di sinilah kreatifitas seorang seniman diuji apakah memang selama ini ia berkarya atas nama seni ataukah pornografi.
Ketelanjangan bukan sesuatu yang tabu atau selalu porno, itu disepakati oleh penulis. Telanjang boleh dan harus dilakukan ketika memang hal itu harus dilakukan. Ambillah contoh misalnya ketika di kamar mandi. Apabila ingin melakukannya di depan umum, itu pun boleh dilakukan oleh manusia yang bernama anak-anak. Itu karena akal pada usia kanak-kanak mereka masih belum berkembang sempurna sehingga wajar bila rasa malu belum hinggap. Meskipun begitu, pendidikan rasa malu yang ditanamkan orang tua dan lingkungan bisa menjadikan seorang anak kecil sudah mampu merasa malu untuk telanjang di depan umum. Lalu bagaimana dengan rasa malu yang seharusnya wajib ada pada manusia yang merasa dirinya sudah dewasa.
Penulis sangat setuju dengan pendapat bahwa seni seharusnya menjadi pengontrol bagi moral manusia. Bukan sebaliknya. Karena fungsinya inilah, sudah saatnya seni mempunyai wajahnya sendiri tanpa ditunggangi oleh kepentingan tertentu di baliknya. Kepentingan atas nama kebebasan yang absurd, karena sebagaimana dikatakan oleh Rabindranath Tagore bahwa seorang tiran selalu mengklaim kebebasan demi untuk membunuh kebebasan, dan hanya menjaga kebebasan untuk dirinya sendiri.
Jadi memang tak ada kebebasan yang benar-benar mutlak bebas di dunia ini. Selalu saja ada batas kebebasan yang harus dipatuhi agar tidak melanggar kebebasan yang juga dimiliki oleh orang lain. Seorang seniman yang bebas melukis ketelanjangan sesungguhnya ia sedang melakukan pelanggaran kebebasan terhadap kenyamanan seseorang untuk terbebas dari pemandangan obyek yang dimaksud. Sehingga, harus ada batasan yang jelas untuk makna kebebasan dan juga makna seni atau pun pornografi.
Hal ini mendesak untuk ada agar masyarakat kita yang cenderung permisive atas nama seni mempunyai batasan-batasan yang harus dipatuhi. Agar seni yang sesungguhnya mampu menjadi pengontrol moral bagi manusia bisa terwujud di dalam masyarakat kita. Tapi bila kondisi seni yang ada masih seperti ini, ketelanjangan dijadikan dalih bagi sebagian seniman untuk menunjukkan ekpresi diri, maka jangan pernah kita berharap lebih pada seni itu sendiri.
Seni bersifat universal sebagaimana keindahan itu sendiri. Karena sifatnya inilah seni bukan menjadi milik dan dominasi salah satu kelompok dalam masyarakat. Ia harus bisa difahami dan dimaknai oleh siapa pun juga. Tidak perlu menunggu seseorang itu mempunyai deretan gelar lebih dulu untuk memaknai seni universal ini. Tidak perlu juga ada aturan-aturan tertentu yang cenderung mengada-ada untuk memaknai mana seni dan pornografi. Karena batas antara keduanya sangatlah jelas. Yang satu mengusung keindahan tanpa menafikan nilai moral, sedangkan yang satunya lagi mengusung ketelanjangan dan berusaha berlindung atas nama seni.
Seni dan segala cetusan yang terlampir padanya merupakan penyokong citra moral apabila ia ditampilkan dengan wajah seni yang sesungguhnya. Tapi seni dapat menjadikan moral berada pada nilai terendah apabila ia ditampilkan dengan wajah pornografi. Keterpurukan bangsa ini juga bisa dilihat dari sejauh mana seni mampu tampil sebagai dirinya sendiri tanpa embel-embel yang lain.
Karena sungguh, kekerdilan sebuah pola pikir ditentukan seberapa jauh ia bisa menilai mana seni dan mana pornografi, dan mana yang menyembunyikan wajah aslinya dengan berlindung pada wajah keindahan atas nama seni. Di sinilah kreatifitas seorang seniman diuji, akankah ia berkarya tergantung hanya pada obyek tubuh dengan ketelanjangannya? Ataukah ia adalah seorang seniman yang sesungguhnya yang mampu membedakan seni dan pornografi murni dari hati nuraninya yang luhur dan akal yang sehat.
1.3. Fungsi Seni dalam Masyarakat
Berkembannnya seni di Indonesia diakibatkan karena memiliki daerah yang masih kental dengan kebudayaan.Beranekaragamnya kebudayaan manusia memunculkan ide-ide dasar dalam melakukan ekspresi budaya yang dikembang dalam karya. Setiap daerah yang ada di Indonesia memiliki kebiasaan dan adatistiadat sendiri akibatnya penduduk yang mendiaminya memiliki kharakteristik dalam menciptakan kebudayaan. Penciptaan kebudayaan ini di aplikasikan dalam bentuk kesenian dengan tujuan untuk mengeksistensikan diri dan daerahnya.Menurut William A. Haviland fungsi seni secara umum sebagai berikut.
1. Sebagai hiburan bagi masyarakat.
2. Untuk menentukan norma perilaku yang teratur.
3. Menambah solidaritas masyarakat.
4. Sebagai simbol komunikasi budaya dengan masyarakat lainnya.
Dengan demikian kesenian sangat berguna baik masyarakat dalam mempertahankan kestabilan dalah kehidupan di masyarakat. Kesenian juga mampu mempertahankan bentuk budaya di suatu daerah. Secara alamiah kesenian digunakan untuk mengasah ekspresi manusia dalam memunculkan ide-idenya secara sistematis agar dapat dikenal di dalam masyarakat. Tapi dalam eksitensinya seni juga dipengaruhi oleh budaya yang diterima oleh para seniman. Akibatnya secara laten seni dapat berfungsi untuk menunjukan kebudayaan dari suatu daerah untuk menghibur masyarakatnya.
1.4. Pornografi Dianggap Sebagai Seni
Penafsiran liberal juga diaplikasikan kepada wacana pornografi, yang menjadikan wanita sebagai objek eksploitasi. Pornografi dianggap seni, yang perlu diapresiasi. Inilah nalar postmo, tidak mengenal ukuran normatife.
Diskursus perempuan dan aspek-aspek lainnya yang dikaitkan dengannya memang menjadi arena wacana yang selalu menarik. Lebih khusus dalam akal manusia Barat – di mana feminisme lahir darinya. Bagi Barat, sedari zaman kuno hingga abad modern, perempuan dan kecantikan serta seksualitas adalah wacana yang tidak bisa dipilah. Dalam patung-patung Yunani kuno misalnya, banyak ditampilkan model wanita telanjang. Tampaknya, Yunani kuno memuja-muja kemolekan perempuan, hal itu bisa dilihat dari arena Olympus Yunani kuno. Kebiasaan inilah barangkali yang diwariskan kepada budaya Barat saat ini.
Ironinya, di satu sisi keindahan fisik dipuja, di sisi lain hak dan jiwa wanita Barat saat itu dipenjara. Sejarah kelam institusi Inkuisisi Gereja pada era darkages menampilkan kerendahan perempuan dalam otoritas Gereja Eropa. Mayoritas korban penyiksaan keji lembaga Inkuisisi adalah perempuan. Hak dan kehormatan wanita dieksploitasi, bahkan oleh orang Barat kuno, wanita dianggap sebagai jelmaan setan. Naudzubillah.
Berangkat dari kutup ekstrim kembali pada kutub ekstrim yang lain. Inilah barangkali yang dialami diskursus perempuan Barat. Setelah mengalami eksploitasi hebat pada darkages, gerakan feminisme pada era pencerahan Eropa justru mebebeaskan perempuan sebebas - bebasnya, tanpa batas, mengenyahkan ukuran normatif agama.
Kelahiran feminisme, seiring dengan moderenisasi agama di barat. Pada era selanjutnya, postmoderenisme –memeriahkan intelektualitas Barat yang tidak hanya merambah dunia seni, arsitektur, dan sastra akan tetapi pada akhirnya ‘menyodok’ pula pada ruang agama. Inti kandungan filsafat postmodernisme ini adalah anti otoritas keagamaan, relativisme, pluralisme dan kesetaraan dalam semua aspek.
Term postmodernisme beserta ruang lingkupnya berpengaruh secara passif terhadap analisis kefilsafatan dan keberagamaan. Religiuitas Barat modern disesaki dengan pendekatan postomodern – yang doktrin utamanya adalah – nihilisme, anti-otoritas, pluralisme dan equality (kestaraan) tanpa memandang agama dan jenis kelamin.
2.1. Kesimpulan
Karena berbagai pertimbangan, seni adalah kata yang paling sulit untuk didefinisikan tanpa harus memulai perdebatan yang tiada akhirnya. Banyak definisi telah dikemukakan. Setidaknya seni mempunyai keterlibatan manusia –entah dalam kemampuan fisik atau pikiran. Definisi yang bervariasi dari banyak ahli seni dan institusi seni, membuktikan betapa sulitnya mencari sesuatu yang baku tentang definisi seni.
Pada akhirnya saya pun berpendapat dan menyimpulkan bahwa seni adalah ekspresi kehendak, perasaan, pikiran, pengalaman, imajinasi yang di tuangkan kedalam media-media, yang dalam proses nya terdapat nilai-nilai daya, cipta, rasa dan karsa, moral dan pendidikan.
Hakekat seni adalah salah satu cara untuk mencari sebuah persamaan besar untuk disepakati bersama dan ini adalah hal yang paling mendasar dari seni. Tapi untuk mencapai kesepakatan tentang hakekat juga sama sulitnya, karena banyaknya ahli dan institusi seni yang mengemukakan pendapatnya masing-masing. Dan semua itu sangat berbeda, entah dari sudut pandangnya atau dari tujuannya.
Dari sekian banyak pikiran yang telah dikemukakan tentang seni dan hakekatnya, hanya bisa didapatkan sebuah kesimpulan yang berlaku secara individual, dan menjadi titik akhir. Pencarian akan hakekat seni masih akan terus berlangsung selama peradaban manusia belum mati.
0 komentar:
Posting Komentar