23 Agu 2010

KODE ETIK JURNALISTIK


-->


 KODE ETIK JURNALISTIK





Seperti yang kita ketahui bersama bahwa akhir-akhir ini semakin banyak saja koran-koran lokal yang terbit baik berupa koran harian atau pun dalam bentuk tabloid mingguan. Terbitnya sebuah koran tentu saja secara otomatis juga mempekerjakan seorang wartawan sebagai ujung tombak pencari berita. Sebagai masyarakat yang haus akan informasi, dengan banyak bermunculannya media massa baru itu tentu harus kita sambut dengan gembira. Karena bagaimana pun juga, keberadaan media massa merupakan sumber informasi yang bisa mencerdaskan masyarakat. Nah, untuk mencapai itu tentu diperlukan wartawan-wartawan yang cerdas dan professional dalam menjalankan profesi jurnalistiknya. Tapi, adakalanya sebuah media massa yang memang sengaja dibuat untuk menakut-nakuti nara sumber dan dijadikan alat untuk memeras. Pun begitu dengan para wartawannya.

Untuk itu, sebagai masyarakat biasa, ada baiknya kita mengetahui Kode Etik Jurnalistik yang sengaja dibuat oleh dewan pers sebagai landasan moral profesi wartawan agar jika dilapangan kita menemukan seorang wartawan yang tindak-tanduk dan kelakuannya dalam mencari berita sama sekali tak selaras dengan kode etik jurnalistik kita bisa langsung melapor ke dewan redaksi koran dimana wartawan bersangkutan bekerja, ke Dewan Pers, atau bahkan ke pihak kepolisian. Seperti apa dan bagaimana butir-butir yang tercantum dalam kode etik jurnalistik tersebut. Ini dia……


Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama.

Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat. Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik:

Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran
  1. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
  2. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
  3. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
  4. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Penafsiran
Cara-cara yang profesional adalah:
  1. Menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
  2. Menghormati hak privasi;
  3. Tidak menyuap;
  4. Menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;
  5. Rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
  6. Menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
  7. Tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;
  8. Menggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.
Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Penafsiran
  1. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
  2. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masingmasing pihak secara proporsional.
  3. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
  4. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Penafsiran
  1. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
  2. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
  3. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
  4. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
  5. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.
Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Penafsiran
  1. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.
  2. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.
Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
Penafsiran
  1. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.
  2. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.
Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.
Penafsiran
  1. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.
  2. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber.PROFESI WARTAWAN
  3. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
  4. “Off the record” adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.
Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Penafsiran
  1. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.
  2. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.
Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Penafsiran
  1. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.
  2. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.
Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Penafsiran
  1. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
  2. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.
Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Penafsiran
  1. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
  2. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
  3. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.
Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers.
Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan pers.
Jakarta, Selasa, 14 Maret 2006
Kami atas nama organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers Indonesia:
  1. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Ketua: Abdul Manan
  2. Aliansi Wartawan Independen (AWI) Ketua: Alex Sutejo
  3. Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Ketua: Uni Z Lubis
  4. Asosiasi Wartawan Demokrasi Indonesia (AWDI) Ketua: OK. Syahyan Budiwahyu
  5. Asosiasi Wartawan Kota (AWK) Ketua: Dasmir Ali Malayoe
  6. Federasi Serikat Pewarta Masfendi
  7. Gabungan Wartawan Indonesia (GWI) Ketua: Fowa’a Hia
  8. Himpunan Penulis dan Wartawan Indonesia (HIPWI) Ketua: RE Hermawan S
  9. Himpunan Insan Pers Seluruh Indonesia (HIPSI) Ketua: Syahril
  10. Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Ketua: Bekti Nugroho
  11. Ikatan Jurnalis Penegak Harkat dan Martabat Bangsa (IJAB HAMBA) Ketua: Boyke M. Nainggolan
  12. Ikatan Pers dan Penulis Indonesia (IPPI) Ketua: Kasmarios SmHk
  13. Kesatuan Wartawan Demokrasi Indonesia (KEWADI) Ketua: M. Suprapto
  14. Komite Wartawan Reformasi Indonesia (KWRI) Ketua: Sakata Barus
  15. Komite Wartawan Indonesia (KWI) Ketua: Herman Sanggam
  16. Komite Nasional Wartawan Indonesia (KOMNAS-WI) Ketua: A.M. Syarifuddin
  17. Komite Wartawan Pelacak Profesional Indonesia (KOWAPPI) Ketua: Hans Max Kawengian
  18. Korp Wartawan Republik Indonesia (KOWRI) Ketua: Hasnul Amar
  19. Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) Ketua: Ismed hasan Putro
  20. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Ketua: Wina Armada Sukardi
  21. Persatuan Wartawan Pelacak Indonesia (PEWARPI) Ketua: Andi A. Mallarangan
  22. Persatuan Wartawan Reaksi Cepat Pelacak Kasus (PWRCPK) Ketua: Jaja Suparja Ramli
  23. Persatuan Wartawan Independen Reformasi Indonesia (PWIRI) Ketua: Ramses Ramona S.
  24. Perkumpulan Jurnalis Nasrani Indonesia (PJNI) Ketua: Ev. Robinson Togap Siagian
  25. Persatuan Wartawan Nasional Indonesia (PWNI) Ketua: Rusli
  26. Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) Ketua: Pusat Mahtum Mastoem
  27. Serikat Pers Reformasi Nasional (SEPERNAS) Ketua: Laode Hazirun
  28. Serikat Wartawan Indonesia (SWI) Ketua: Daniel Chandra
  29. Serikat Wartawan Independen Indonesia (SWII) Ketua: Gunarso Kusumodiningrat
ET : http://cidenok.dagdigdug.com/2010/08/09/kode-etik-jurnastik/

0 komentar:

VIDEO PROJECK

# Terima kasih Kepada : # The Cipaku Garden Hotel # PT.Javalens Media Asia # Komdak Community Bandung # Sandi Solution # Eco Bambu Cipaku # Portal Web Seputar Bandung Raya#

Terimakasih Sudah Mau Berkunjung Ke Blog Kami